Cerita BX Rhythm crew :
1976 Awal menyiar di MBS 378 di jalan Amanagappa 7.
1978-1980 Bergabung ke Baradisco, jln. Sungai Limboto dan dua tahun kemudian gabung lagi ke Bayurekhsa.
Tanpa basis sebagai Music Lovers dan tanpa wawasan luas akan Dunia Musik, usahlan menjadi penyiar radio lantaran seorang Announcer tidak lahir dengan begitu saja. Selain kriteria tadi, penyiar juga harus punya talenta dan bakat. Harus memiliki identitas khas bahkan unik pada suaranya yang sangat bernilai dan menjad maskot atau brand dirinya. Menjadi announcer dengan style tersendiri adalah tantangan dan peluang menjadi petualang kreatif, melanglang di keluasan angkasa. Bila jeli dan kreatif tentu bisa menambah referensi wawasan, pergaulan, pengalaman, dan segala rupa ilmu . Bahkan saking luasnya keluasan itu, seorang penyiar piawai dalam urusan ‘suka-sukaan’ juga bisa menjadi kolektor gebetan… (senyumin akhhh…– Red). Yang saya sebutkan di atas adalah sukanya jadi penyiar sedang duka seorang penyiar nyaris samar-samar atau tipis terselubung. Misal nih suatu ketika kepergo dan terciduk (duh!–Red) SPS alias Sabot Pacar Sobat atau KKS -> Kirim Kata Sayang dan kirim lagu juga tuk gacoan sobat. (duh! duh!–Red)
Nama Saya : Andys
Cerita BX Rhythm crew :
Bermula dari radio liar (Radio Amatir-Red) bernama PERDANA, lokasinya di Batu Putih, belakang Kodam (Belkom). Ternyata HoS-nya Radio Bayurekhsa mendengarkan saya siaran, tertarik, dan menawari saya bergabung di PT. Radio Bayurekhsa. Sejak itulah saya menjadi penyiar resmi. Tahunnya saya lupa. Hm….
Sebenarnya saya adalah pekerja seni. Giat di Teater Tambora, teater tertua di Makassar, Teater Papi yang sudah sering mengisi acara di TVRI. Oh ya, saya juga jago nyanyi loh… Juara 1, 2, 3, selalu saya sabet. Karena konon katanya suara saya bagus, serak basah, seksi (wow!-Red) makanya saya banyak fans. Itu sukanya bekerja sebagai penyiar. Pujian itu merupakan ketenangan hati bagi saya dan dari fanslah kita semakin eksis. Ya kan?
Dukanya? Ini tipikal. Orang menganggap pekerjaan menyiar hanya buang-buang waktu. Dianggap sepele, dan tidak baik. Tapi jiwa seni saya tetap bergejolak . Berhenti menyiar, saya banyak membintangi sinetron, manggung juga bekerja sama dengan artis-artis dan aktor-aktor nasional. Lihat di photo.
Hingga saat ini saya masih jadi pengurus di DKM Makassar. Ketuanya adalah bapak. Erwin Kallo. Orang Makassar pasti taulah beliau…
Sekarang selain bergiat di seni, saya gabung kembali dengan team BX Rhythm. Radio streaming ini seperti ‘inkarnasi’ dari PT. Radio Bayurekhsa yang pernah berubah segmen tersebut.
3 Kata yang saya sematkan pada penyiar : Suara Yang Bagus. 🙂
Saya dikenal sebagai : Ary Bayu
Nama Saya : Syarif T Jaya
Cerita rekan seprofesi :
Sedari SD saya bercita-cita jadi penyiar. Kayaknya keren aja kalau jadi penyiar, serasa jadi artis, banyak yang nge-fans. Nah…awalnya saya daftar di radio anak mudanya kota Makassar tapi ngga’ diterima. Daftarin diri berikutnya ke radio bersegmen keluarga eh… malah diterima. Awalnya saya banyak kekurangan. Kurang percaya diri dan perlu mengolah vokal. Setelah training 3 bulan hmm…semua teratasi.
Saya mulai dari dukanya aja yah ; pekerjaan sebagai penyiar tidak dianggap sebagai pekerjaan (huhuhu pengen nangis –Red). Harus sabar kalau dapat narasumber yang bawel atau teman tandem yang ngga’ nyambung (hahaha–Red). Dapat jadwal siaran pagi yang walaupun ngantuk harus tetap cheers up. Hujan, badai harus tetap siaran, dan harus sabar mendengar curhat pendengar.
Sekarang sukanya nih … ; banyak penggemar! Kenal banyak orang dan yang pasti banyak ilmu serta banyak informasi yang didapat sebagai penyiar. Kesannya pintar banget.
Konon katanya saya punya suara yang bagus, ceria, dan lucu. Saya menyematkan 3 kalimat bagi yang saya sebut penyiar adalah ; dia yang selalu punya bahan bicara, dia yang selalu update skillnya, dan dia yang tetap bisa jaga mood biar pendengarnya makin betah dengerin program siarannya.
Cerita Seorang Crew :
Menjadi seorang Announcer radio di era 80 merupakan kebanggan tersendiri, tak ternilai. Di usia muda yang membara saya seolah menemukan identitas diri. Egoisme untuk mendapatkan pengakuan sesama kaum muda saat itu terpenuhi apalagi oleh para cewe’ Makassar yang dikenal cantik. Itu benar-benar dorongan untuk tampil sebagai penyiar pemula. (senyumin ahhhh…-Red)
Tapi begitulah, mewujudkan keinginan tak semudah membalikkan telapak tangan. Untuk menjadi penyiar di tahun 70an hingga akhir 80an harus melewati uji coba atau uji kelayakan dulu di dunia radio amatir yang penuh suka duka itu. Tetapi semuanya sungguh menyenangkan.
Waktu itu TV swasta belum ada, hanya TVRI. Internet dan HP apalagi, tidak ada. Maka radio siaranlah yang diidolakan dan digemari oleh semua lapisan masyarakat. Bahkan tak heran, para penggemar radio waktu itu bener-bener merapatkan telinga ke radio transistor miliknya agar bisa menikmati lagu pilihannya melalui acara -istilah kerennya- waktu itu ; Fans Call. Karena radio swasta pun jumlahnya ga banyak maka perhatian dan atensi pendengar pada radio besar sekali apalagi jika announcer idolanya yang menyiar. Menjadi announcer yang dikagumi tempo doeloe emang tidak ternilai oleh uang.
Saya bergabung dengan Bayurekhsa di tahun ’79. Semua pekerjaan dikerjakan oleh annoucer itu sendiri misal, bikin script sendiri, cari lagu sendiri yang kadang bikin panik karena lagu udah mau selesai, lagu lain belum didapat. Itu mungkin dukanya.
Cerita Seorang Musisi :
Cerita rekan seprofesi :
Saya mulai siaran pada 2007 karena suka dengan dunia yang mengasah kemampuan berbahasa. Profesi ini menuntut saya untuk tepat waktu, rajin membaca, dan kalau tepat waktu berarti tidak boleh terlambat dong…
Profesi ini membuat saya banyak dikenal orang. Lebih jauh saya harus banyak belajar agar luas pengetahuan saat menyiar dan lagi-lagi, profesi ini melatih saya untuk disiplin. Positif semua jadi tidak ada duka yang melintas di pikiran saya jika membicarakan profesi saya. Dukanya nyaris tak ada kecuali jika jadwal siaran bertepatan dengan urusan keluarga. Nah … justru di situ dilihat keprofesionalan penyiar. Tapi sejauh ini bisa teratasi.
Konon katanya ; saya itu orangnya temperamen (emosian? :)-red) dan lucu tapi saat menyiar sifat temperamen saya hilang jadi tinggal lucunya saja. ‘Hahahaha… .’
Cerita BX Rhythm Crew :
17 tahun usiaku saat itu. Tahun 70an. Pokoknya muda deh… Saya iseng? Ah tidak juga tapi betul bahwa saya iseng-iseng saja ketika mendirikan radio. Biar bisa ngumpul-ngumpul sambil dengar-dengar lagu. ‘Cool’ banget waktu itu. Apalagi di usia muda kita sudah punya penghasilan sendiri dan bisa dipakai beli barang-barang yang ‘cool’. Ya, waktu itu saya sudah bisa beli macam-macam dari uang sendiri. Makanya usaha radio itu murni usaha saya. Semula tidak ada niat seriusan tapi begitu melihat reaksi orang-orang sekitar, ya sudah saya daftarkan radio ini. Alasan terbesar adalah bisa beli rokok dari uang penjualan kupon acara pilihan pendengar. Saya buatkan akte PT Radio yang langsung saya daftarkan ke Departemen Kehakiman di Jakarta pada 1975. Nah udah resmi tuh Radioku. Saya atur-atur jadwal dan tugas masing-masing pegawai yang sebenarnya adalah teman-teman. Crew juga dapat honor yang saya sebut saja uang jajan bagi mereka karena kerja di PT Radio saya disesuaikan dengan waktu luang mereka. Makanya saya bisa menuntut konsistensi dan disiplin dari mereka. Acara-acara kami saya sendiri yang susun juga apa dan bagaimananya sebuah acara. Oh ya, saya juga mendengar masukan dari crew. Termasuk penggantian nama dari BARADISCO menjadi BAYUREKHSA karena Dep. Kehakiman tidak setuju nama yang mereka anggap kebarat-baratan. Untung saja ada teman sekaligus crew, Sofyan Rasubala sebagai pendamping hukum saya. Lucu juga nih cerita tentang beliau. Walau begadang-begadang di studio, beliau berhasil jadi Sarjana Hukum dan bekerja di kantor gubernur Palu. Mungkin beliau sudah pensiun sekarang. Tapi begitulah PT Bayurekhsa berdiri dan acara kami berjalan dengan mulusnya. Tidak ada stasiun radio yang berani memutar lagu-lagu barat waktu itu kecuali radio saya. Dari radio kami, orang-orang bisa mendengarkan lagu-lagu baru yang waktu itu tentu tidak semua orang bisa beli seperti beli kacang goreng saat ini atau unduh dari internet. Musik mahal tapi bisa dengar gratis dari radio kami. Senang pokoknya. Kami meraup sukses hingga tahun 1994. Dukanya ada juga misal jika pemancar rusak dan perbaikannya makan waktu lama. Iklan kan harus diputar. Iklan juga yang menjadikan persaingan mengetat di sektor radio. Tapi itulah garis besar tentang keterlibatan saya di dunia penyiaran. Saya menyematkan 3 kata sifat untuk orang yang bisa saya sebut penyiar ; dedikasi, disiplin, dan bersuara bagus.
Saya jadi tertawa mendengar kata disiplin yang saya sebutkan karena konon katanya nih … saya menuntut orang disiplin padahal saya sendiri sulit tuk displin. He…he…he… Begitu cerita saya yang biasa disebut Double Whiskey. Dulu kami pakai nomor sebagai pengganti nama dan saya adalah BX 300.